-->

Tuesday, March 29, 2016

Cerita Dibalik Kemunculan Uber dan Malam Bersaju Paris


Metronews.co.id - Dua pengusaha teknologi sedang berada di kota Paris, pada suatu malam bersalju tahun 2008. Mereka tidak bisa menikmati kota waktu itu. Rasa frustasi datang karena dingin, harus membawa koper, ditambah lagi kesulitan mendapatkan taksi.

Dua pengusaha itu, Travis Kalanick dan Garrett Camp, bersumpah untuk memecahkan masalah ini dengan teknologi, sesederhana menekan tombol dan mendapatkan mobil.

Usai menggerutu karena pelayanan taksi di Paris yang payah, Kalanick dan Camp mengobrol dengan para pengusaha setempat mengenai ide startup baru. Keduanya menceritakan ide mengenai aplikasi pemanggil mobil, namun ide tersebut dianggap tidak menarik.

Setelah selesai menghadiri konferensi teknologi LeWeb di Paris, Kalanick dan Camp kembali ke San Francisco, California, Amerika Serikat. Kalanick nyaris melupakan ide itu. Namun tidak demikian dengan Camp yang terobsesi dengan layanan mobil panggilan, maka ia membeli domain UberCab.com.

Camp mengatakan tidak bisa membiarkan ide itu pergi begitu saja dan ingin bermitra dengan Kalanick. Kemantapan bermitra dengan Kalanick dilihat Camp, ketika mereka sedang berada di puncak Menara Eiffel, lalu Kalanick naik lebih tinggi lagi untuk melihat pemandangan lebih baik.

"Aku tahu ini seperti sebuah ide besar yang butuh mengambil banyak keberanian, dan dia membuat saya terkesan sebagai seseorang yang memiliki itu," kata Camp kepada jurnalis Kara Swisher yang menulis untuk Vanity Fair.

"Dia berkata, 'Apakah Anda ingin menjalankan sebuah perusahaan limo?' lalu saya bilang ini bukan seperti menjalankan sebuah perusahaan limo," lanjut Camp.

Akhirnya, Camp berhasil meyakinkan Kalanick untuk mendirikan Uber pada 2009. Mereka menyiram bisnis ini dengan uang. Kalanick baru saja menjual startup keduanya, Red Swoosh, sebuah perusahaan pengiriman konten sebesar US$20 juta kepada Akamai Technologies. Sedangkan Camp menjual perusahaan mesin pencarinya StumbleUpon kepada eBay senilai US$75 juta pada tahun sebelumnya.

Ketika Kalanick kini melihat ke belakang soal keengganannya membangun Uber di awal, dia berkata bahwa waktu itu tertekan karena kegagalan startup pertama dan keduanya. Kalanick dihantui perasaan takut gagal mengingat dua perusahaan sebelumnya tidak menggapai kesuksesan.

"Saya melalui delapan tahun yang sungguh sulit di bidang wiraswasta. Saya gagal, dan sempat merasa tidak siap (terhadap pengembangan Uber)," ujar Kalanick.

Bahkan, ia sempat tinggal di rumah bersama orang tuanya di kamar masa kecilnya sebelum perjalanan ke Paris, setelah dua startup yang didirikan gagal untuk berkembang.

Dia telah keluar dari University of California, Los Angeles, hampir satu dekade sebelumnya untuk menjadi pendiri teknologi. Dan, usianya sudah di angka 30, praktis lebih tua dibanding para pendiri perusahaan teknologi di Silicon Valley kala itu.

Kontroversi

Berkat kegigihan yang ada di dalam diri Kalanick dan dukungan Camp yang tidak pernah henti, UberCab meluncurkan layanannya pertama kali di San Francisco pada 2010 secara "pas-pasan" dalam arti jumlah mobil rental yang belum banyak dan karyawan seadanya.

Kehadiran UberCab disambut baik oleh warga San Francisco yang sangat terbuka terhadap kebaruan dan teknologi. Kebetulan, San Francisco menjadi kota kelahiran banyak startup ternama Amerika Serikat.

Nama UberCab dengan cepat meroket, terutama karena layanan yang mudah dan, tentu saja biaya yang terjangkau jika dibandingkan dengan taksi.

Beberapa bulan kemudian, Dinas Perhubungan Kota San Francisco, California, mendatangi UberCab dan menilai mereka menjalankan bisnis ilegal. Salah satu yang diributkan oleh regulator adalah keberatan dengan penggunaan nama "cab" atau taksi pada merek UberCab, sementara perusahaan ini beroperasi tanpa lisensi taksi. Kalanick menilai ini adalah sebuah kemunduran sekaligus sesuai dengan apa yang dia ingin selama ini: kesempatan untuk berkelahi.

Kendati layanan Uber menjadi kontroversi, tetapi Kalanick tetap kukuh mempertahankan bisnisnya dengan mengatakan bahwa mereka adalah perusahaan aplikasi atau software. Dalam setiap kesempatan berbicara di media atau acara, Kalanick selalu berkata "kami bukan perusahaan transportasi, karena kami tidak punya aset kendaraan. Kami perusahaan software."

Dari sana, uang mengalir deras menyokong pendanaan Uber dari berbagai perusahaan modal ventura atau investor perorangan.

Kini, Kalanick dan Camp termasuk ke dalam jajaran pengusaha sukses dengan nilai perusahaan yang fantastis, mencapai US$60 miliar.

Keduanya pun hingga kini masih harus menghadapi rintangan dari berbagai negara yang menentang layanannya, termasuk berkompetisi dengan layanan sejenis macam Lyft di Amerika Serikat, Didi Kuaidi di China, atau Grab di Asia Tenggara.

Khusus peran Kalanick sebagai CEO, dirinya begitu optimis dan ambisius terhadap model bisnis Uber dan hal itu yang membuatnya bertahan memperjuangkan perusahaan.

"Jika Uber memasang tarif rendah, maka bakal banyak peminatnya. Jika semakin banyak yang tertarik dan rela memakai layanan kami, maka akan banyak mobil di jalanan. Lalu semakin banyak armada, maka waktu tunggu Anda semakin sedikit. Segalanya menjadi lebih baik, terlebih produk dengan biaya rendah pada akhirnya akan lebih mewah dibanding yang mahal," begitu ucap Kalanick.

sumber : CNN Indonesia
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner